Harap Tenang di Masa Tenang

    0
    12

    Ocit Abdurrosyid Siddiq

    Dari seluruh tahapan Pilkada 2024, ada 2 tahapan yang sangat krusial dan mesti mendapatkan perhatian lebih dari penyelenggara Pilkada. Tahapan itu adalah kampanye dan masa tenang.

    Komisi Pemilihan Umum atau KPU telah memberikan kesempatan kepada para pasangan calon untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat dengan cara kampanye. Pasangan calon menggunakan kampanye bukan hanya untuk mengenalkan dirinya, tetapi juga untuk menyampaikan visi, misi, dan program.

    Kampanye bisa dilakukan dengan beragam cara. Seperti pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, rapat umum, pemasangan alat peraga kampanye, penyebaran bahan kampanye, hingga debat para pasangan calon yang difasilitasi oleh KPU.

    Alat peraga kampanye bisa dalam bentuk billboard, baliho, spanduk, dan umbul-umbul. Biasanya para pasangan calon menyertakan foto dirinya, nomor urut, partai pengusung, dan rumusan kalimat yang memuat visi, misi, dan program.

    Foto yang disertakan biasanya foto terbaik dengan angle yang menarik dipandang. Umumnya dalam pose tersenyum. Sekalipun aslinya dalam keseharian jarang senyum, maka untuk kepentingan meraih simpati para pemilih, tersenyum merupakan salah satu cara untuk mencitrakan dirinya sebagai pribadi yang hangat, supel, bersahabat, dan familiar.

    Banyak baliho dengan adegan tersenyum itu terpasang di beberapa lokasi. Di pinggir jalan, di persimpangan jalan, di pekarangan rumah warga, di tempat pembuangan sampah, hingga di kuburan. Walaupun terpasang di tempat seperti itu, senyum tetap mengembang.

    Hampir dua bulan lamanya, KPU memberikan kesempatan kepada para pasangan calon bersama tim masing-masing untuk menggelar kampanye. Waktu yang lebih dari cukup untuk mengenalkan diri serta menyampaikan visi, misi, dan program kerja.

    Masa untuk kampanye pada Pilkada 2024 ini telah berakhir kemarin, yaitu pada Sabtu, 23 November 2024. Selanjutnya, hari ini hingga Selasa lusa adalah tahapan masa tenang. Masa tenang itu maksudnya adalah tenang atau tiadanya aktivitas politik dalam bentuk kampanye.

    Pada masa tenang ini, seluruh pihak tidak diperkenankan melakukan aktivitas kampanye, memasang alat peraga kampanye, dan kegiatan lain yang didalamnya terdapat penyampaian visi, misi, dan program, serta ajakan untuk memilih pasangan tertentu.

    Penulis masih ingat ketika Pemilu digelar di masa Orde Baru. Waktu itu hanya ada 3 partai politik peserta Pemilu, yaitu PPP, Golkar, dan PDI. Saat tahapan Pemilu memasuki masa tenang, maka suasana tenang itu betul-betul terasa.

    Waktu itu, bukan hanya tiadanya aktivitas kampanye dalam masa tenang, bahkan muncul larangan untuk kumpul-kumpul untuk kepentingan apapun. Sekedar orang kumpul berempat hanya untuk bermain gaple, juga dilarang. Hehe, sampai segitunya itu rezim Orde Baru.

    Lebih jauh dari itu, masa tenang pada Pemilu di era Orde Baru itu melarang orang-orang yang akan mengadakan kegiatan yang sifatnya bisa menimbulkan keramaian. Seperti misalnya hajatan. Di masa Orde Baru itu, orang dilarang menggelar pesta pernikahan di masa tenang.

    Masa tenang diberlakukan oleh KPU dengan maksud selain menghentikan aktivitas kampanye, juga sebagai pengkondisian agar pelaksanaan hari pemungutan dan penghitungan suara berjalan dengan baik, tertib, dan lancar.

    Namun dalam realitanya, pemberlakuan masa tenang yang dimaksudkan agar situasi menjadi tenang dan kondusif, malah justru sebaliknya, menjadi masa-masa krusial yang ditandai dengan adanya aktivitas illegal yang dilakukan dengan cara senyap dan sembunyi.

    Alih-alih masa tenang menjadi tenang, malah menjadi masa yang bisa menyibukkan para pihak, khususnya para penyelenggara Pilkada, baik KPU maupun Bawaslu. KPU disibukkan dengan persiapan lokasi dan pembuatan TPS, dan kelengkapan logistik. Sementara Bawaslu disibukkan dengan adanya potensi tindakan politik uang.

    Sederhananya, politik uang itu adalah penggunaan uang dan atau barang untuk mempengaruhi pilihan para pemilih. Biasanya hal ini dilakukan secara massif dan bahkan lebih massif pada masa tenang. Masa di mana hanya tinggal menghitung jari menjelang hari pencoblosan.

    Dalam Pemilu dan Pilkada, kita tidak menutup mata terhadap adanya praktik politik uang yang dilakukan di masa tenang ini. Tindakan ini yang kemudian kita kenal dengan istilah serangan fajar. Mengapa disebut sebagai serangan fajar? Karena dilakukan ketika waktu fajar.

    Fajar itu merujuk pada waktu ketika matahari mulai terbit di ufuk timur. Asumsinya, sebelum para pemilih pergi dan mendatangi TPS untuk melakukan pencoblosan, para tim sukses mendatangi mereka di kala fajar dengan sejumlah uang yang akan mereka berikan kepada para pemilih, dengan harapan pilihan mereka sesuai dengan pesanan para tim sukses ini.

    Sekarang, namanya doang serangan fajar. Karena realitanya, tindakan tim sukses mendatangi para pemilih dengan iming-iming sejumlah uang untuk mempengaruhi pilihan mereka itu, dilakukan hampir setiap waktu. Bukan hanya waktu fajar. Tapi juga tengah malam, jelang maghrib, sore hari, bahkan siang hari kala terik matahari. Tapi tetap saja namanya serangan fajar.

    Fenomena serangan fajar yang adalah praktik politik uang yang nyata, suka atau tidak bahwa perilaku itu realita dan kerap mewarnai perhelatan pesta demokrasi, baik Pemilu juga Pilkada. Apalagi Pilkades. Bila pada Pemilu dan Pilkada, politik uang dilakukan dengan senyap dan tersembunyi, lain halnya dengan Pilkades. Politik uang dalam Pilkades dilakukan di depan mata. Di hari H. Di pintu masuk TPS!

    Saat penulis masih menjadi penyelenggara Pemilu dan Pilkada tingkat provinsi beberapa waktu lalu, pernah menyampaikan wacana kepada pemerintah agar selain diberikan kewenangan untuk mengelola Pemilu dan Pilkada, penyelenggara juga diberikan kewenangan untuk mengelola Pilkades.

    Mengapa? Karena ketika pendidikan politik berupa sosialisasi anti politik uang yang dilakukan penyelenggara menjelang perhelatan Pemilu dan Pilkada telah membuahkan hasil, menjadi kembali ambyar manakala Pilkades digelar. Tersebab politik uang dalam Pilkades itu begitu leluasa.

    Akhirnya seperti peribahasa kemarau satu tahun luruh oleh hujan satu hari. Jerih payah para penyelenggara Pemilu dan Pilkada dalam mengedukasi masyarakat untuk menghindari praktik politik uang, kembali terkoyak oleh Pilkades. Karena itu, menjelang Pemilu dan Pilkada berikutnya, penyelenggara mesti memulainya kembali dari nol.

    Saat Penulis mendengar perihal munculnya wacana di Senayan bahwa calon Kepala Desa akan diusung oleh partai politik, dan dengan begitu maka Pilkades juga menjadi bagian dari rezim Pemilu dan Pilkada, yang didalamnya ada KPU dan Bawaslu beserta jajarannya, ini bisa menjadi harapan bahwa pendidikan politik berupa anti politik uang bisa dilakukan secara berkelanjutan.

    Praktik politik uang sejatinya tidak bagus dalam demokrasi. Namun sekalipun dilarang, dalam persepektif sebagian masyarakat, justru mereka permisif, dengan dalih “Kapan lagi kita memiliki peluang untuk mendapatkan uang kalau bukan saat ini, ketika para calon pemimpin membutuhkan dukungan kita”.

    Mental demikian ternyata bukan hanya terjadi di kalangan masyarakat awam saja. Pada segmen masyarakat lain yang notabene berpendidikan, gejala seperti ini juga terjadi. Sikap permisif seperti inilah yang membuat demokrasi di negara kita tidak beranjak menjadi lebih baik.

    Yang paling miris, praktik politik uang bukan hanya terjadi dan dilakukan oleh peserta Pemilu dan Pilkada. Penyelenggara yang mestinya menjaga netralitas, yang gencar melarang orang lain melakukan politik uang, justru menjadi bagian dari permainan kotor ini. Sebagian dari mereka bahkan ada yang menjadi pelakunya. Pemilu lalu buktinya!

    Maka untuk menjaga agar Pilkada kali ini berjalan dengan baik, tertib, dan bermartabat, dengan menghasilkan pemimpin yang sesuai dengan kehendak mayoritas pemilih, wajib hukumnya kita ikuti dan patuhi regulasinya.

    Regulasi itu diantaranya, tidak melakukan praktik politik uang, baik di antara para peserta Pilkada, apalagi di dalam tubuh penyelenggara. Selain itu, tidak melakukan aktivitas kampanye pada masa tenang ini. Di masa tenang ini semuanya harap tenang. Harap tenang sodara-sodara!
    *

    Tangerang, Minggu, 24 November 2024
    Penulis adalah Ketua Forum Diskusi dan Kajian Liberal Banten Society (Fordiska Libas)

    LEAVE A REPLY

    Please enter your comment!
    Please enter your name here